SUNSET UNTUK ANJANI
“
I’ve got the best thing in the world, cause I got you in my heart”
terdengar lagu Mocca dari kamar Anjani. Pagi itu Hari Minggu,Anjani sedang
asyik mendengarkan lagu sambil menggigit sebuah pensil. Dia sedang ingin
menggambar sesuatu. Matanya berbinar, bibrinya memancarkan senyuman tanda
bahagia. Di buku gambarnya tergambar sket wajah seorang lelaki tampan. Dia
jatuh cinta.
Kemarin dia bertemu
dengan lelaki yang selama ini dia kagumi. Tak sengaja mereka bertemu di
perpustakaan. Anjani yang sedang mencari buku bahasa jepang, kaget ketika
melihat lelaki yang dia kagumi tiba-tiba ada di depan wajahnya. Lelaki yang dua
tahun lalu yang selalu menemaninya dimana pun Jani pergi. Melukis, sekolah,
jogging, atau sekedar jalan pagi. Begitu juga sebaliknya, Jani juga selalu
menemani lelaki ini. Entah berlatih basket, berenang, jogging, gowes, belajar,
atau pun sekedar menyanyikan lagu lewat telepon agar lelaki ini segera tidur.
Dear
diary
Hari
ini aku bertemu dengannya lagi. Dia mengejutkanku dengan sebuah coklat
kesukaanku. Tuhan.. kenapa dia muncul lagi. Kenapa aku bahagia banget dia
datang lagi. Apa yang kau skenario kan ? Mengapa kau datangkan dia lagi,
setelah baru saja aku bisa melangkah tanpa dia Tuhan ? L
skenario apa ini ?....
“ Jan.. Jani ?”
Terdengar suara Ibu
Jani mengetuk pintu kamar Jani.
“ Ada tamu spesial buat
kamu nak”. ujar Ibunya dari luar kamar Jani.
Jani segera bergegas
merapikan rambut dan bajunya dan buru-buru menuju kamar tamu. Di sana telah
duduk seorang lelaki yang tadi pagi dia lihat.
“ Untung rumahmu masih
sama seperti dua tahun yang lalu, coba pindah, aku sudah kebingungan
mencarimu.” ucap lelaki ini. Sedangkan Jani masih tertegun dengan kedatangan
lelaki ini.
Tidak ada percakapan
dari mulut dua anak manusia ini. Mereka hanya saling bertatap.
Ya
Tuhan... Aku bingung. Aku bingung mesti ngmong apa. Orang ini terlalu
menyakitkan untukku. Aku harus mulai bicara apa Tuhan ? Jani
hanya berbicara pada dirinya sendiri.
Sedangkan ibunya sudah bercerita banyak dengan lelaki ini. Mereka bisa
bercanda seperti dua tahun lalu, tanpa ada pertanyaan ataupun cerita tentang
kepergian dua tahun lalu. Aku sendiri bingung melihat kedua orang ini. Mereka
masih seperti dua tahun lalu. Sedangkan aku ? Orang yang dulunya sangat dekat
dengan lelaki ini malah tak berucap sepatah kata pun.
“ Ayo Nak, Yoga
diminum. Nggak usah sungkan, dulu kan ini udah sperti rumah kamu. Rumah ini
sepi sejak kamu pergi Nak..” ucap ibuku merayu lelaki ini untuk meminum segelas
sirup sirsak.
“ Tante, saya boleh
ajak Jani jalan-jalan ? Saya kangen kota ini tante.” rayu Yoga kepada ibu Jani
Ibu mengiyakan
permintaan Yoga. Hmmm.. Jani tidak bisa menolak, dengan berat hati dia menemani
Yoga jalan-jalan keliling kota. Di sepanjang jalan, tidak ada kata apapun yang
keluar dari kedua mulut manusia-manusia penuh gengsi ini. Mereka yang sama-sama
rindu tidak mau jujur. Hingga akhirnya Jani muak dengan keadaan ini.
“ Jadi, kenapa kamu balik ke kota ini ?” ujar
Jani membuka pembicaraan
“ Aku menuntaskan, yang
belum sempat aku tuntaskan.”
“ Maksudmu, kau akan
pergi lagi ?” Jani mulai geram.
“ Jika harus begitu,
aku mau apa Jan.”
“ Untuk apa kamu balik
lagi, bila akhirnya kamu Cuma akan pergi ? Kamu terlalu jahat Yog.” sahut Jani,
sambil menggepalkan tanganya pada sebuah tas yang dia bawa.
Yoga hanya diam, dia
mengambil tangan Jani, lalu menggenggamnya. Tidak ada kata dari Yoga. Hari itu,
Yoga membawa gadis ini pergi keliling kota. Mengingat dua tahun yang lalu. Sedangkan
Jani hanya nurut apa dengan apa yang dilakukan Yoga untukknya. Tak ada
pemberontakan ataupun protes dari bibir mungil gadis manis itu. Mereka berdua
seketika lebur menjadi seperti dua tahun lalu. Diam? Diam mereka hanya bertahan
beberapa menit saja.
“ Aku merindukanmu. Aku
rindu makan es krim bersamamu seperti saat ini. Tahukah kamu, aku selalu ke
tempat ini ketika aku tidak bisa lagi menahn rinduku, Yog.” ucap gadis manis
itu, sambil menjilati sebuah eskrim di sebuah taman kota.
Yoga hanya berbalas
senyum. Betapa dia selama dua tahun ini juga sangat merindukan Jani. Jani
beruntung, ketika dia rindu Yoga, dia bisa ke tempat-tempat favorit mereka,
sedangkan Yoga? Dia hanya bisa meluapkannya dengan mengingat kenangannya dengan
Jani.
Tiba-tiba Jani
mengeluarkan sebuah kertas dari tasnya.
“ Lihat ? Selama kamu
pergi gambar-gambar yang ku gambar hanya seorang wanita yang sendiri. Lihat
ini, ini adalah gambar wanita yang duduk di taman sendiri.Ini ku gambar kemarin
sore. Dan sekarang, tanpa disangka aku sudah bisa menggambar pasangannya
sekarang.” ujar Jani dengan nada sedikit terharu
“ Kalo begitu, cepatlah
gambar lelaki itu, sebelum dia pergi di tempat yang lain.” Jawab Yoga dengan
nada ambigu.
Berteman angin yang
sejuk, dan dedaunan yang sesekali jatuh dua anak manusia ini hanyut dalam
perasaan mereka masing-masing. Yoga hanya diam, smabil sesekali melemparkan
batu ke danau di depan mereka. Sedangkan jadi, menggambar objek lelaki di
gambarannya.
“ Hei Yog! Jangan
tidur, apa kamu Cuma mengajakku ke taman ini saja ?” seru Jani membangunkan
Yoga yang malah tidur di pundak Jani.
“ Oh.. kalo gitu kita
makan kebab lalu kita ke alun-alun kota, lalu kita naik perahu di danau, lalgu
kita makan nasi goreng Pak Imin lalu...lalu apa lagi ya Jan ?” ujar Yoga tidak
berhenti.
“ Hahaha.. apa kita
harus melakukannya semua itu hari ini ? Masih ada hari esok Yoga.” sambut Jani.
Dalam hati Yoga berkata
belum tentu esok pagi, kamu masih bisa
melihatmu. Ini saat-saat yang langka untukku bisa bertemu denganmu lagi.
Sebelum aku menutup mata atau...
Tiba-tiba Jani membuyarkan
lamunan Yoga dengan membeli dua balon. Mereka sudah sampai di alun-alun kota.
Jani membeli dua buah balon berwarna biru dan merah. Merah adalah warna
kesukaan Yoga sedangkan biru warna Jani. Jani menyerahkan sebuah kertas pada
Yoga.
“ Tulis keinginan atau
apapun yang ingin kamu ungkapkan. Nanti kita terbangkan bareng-bareng menuju
surga dilangit sana.” ujar Jani penuh semangat .
Yoga mengangguk dan
mulai menulis
Terima
kasih Tuhan... kau ijinkan aku menghirup udara kota ini lagi. Kau ijinkan aku
bertemu gadis yang paling aku sayang ini. Bila ini hari terakhirku di sini aku
mohon.. beri waktu yang lebih lama lagi untuk aku bersamanya. Ijinkan aku melihat
tawanya. Tuhan ber aku kesempatan hidup. Aku ingin hisup dengan gadis ini
Tuhan... Kalau aku harus pulang ke rumah-Mu kelak, jaga gadis ini..
Yoga lalu melipat
kertasnya dan menalinya dengan balon merahnya. Sedangkan Jani masih menulis.
Tuhan....
aku butuh lebih lama lagi dengan lelaki ini Tuhan. Dia akan menemaniku bukan ?
Aku tidak akan bertanya lagi apa yang menyebabkanya pergi. Aku mau dia di
sisiku. Selamanya..... aku mau sunset terindah bersamanya. Aku mau impianku
bisa menjadi Dokter, dan dia menjadi arsitek handal bisa terwujud. Aku mau
menemani dan ditemani dia.
Mereka lantas
menerbangkannya bersama-sama di tengah alun-alun kota yang siang itu sangat
terik. Peluh mereka menetes. Tapi mereka tak peduli. Mereka kegirangan sekali.
“ Yog, kemana kamu dua
tahun ini ? Kenapa kamu pergi dan sekarang kamu balik lagi seolah-olah tidak
terjadi apa-apa diantara kita.” Tanya Jani dengam tiba-tiba.
Yoga menghirup napas
panjang.
“ Aku akan cerita, tapi
kita makan kebab dulu ya??” sahut Yoga mengalihkan pembicaraan.
Jani pun mengikuti
kemauan Yoga, mereka membeli sebuah kebab yang dari dulu menjadi favorit
mereka. Di situ Yoga mulai tidak bisa lagi menyembunyikan yang sebenarnya
terjadi pada dirinya. Yoga menggenggam tangan Jani.
“ Janji ya setelah aku
cirita tidak akan ada ya berubah dengan perlaukuanmu kepadaku. Kamu nggak boleh
nangis. Kamu harus tetap seperti hari ini.” ucap Yoga
Jani mengangguk tanda
setuju.
“ Aku punya kanker di
otak. Dua tahun ini aku rutin pengobatan di singapura. Tapi tenang kankerku
masih stadium awal. Dia masih bisa disembuhkan. Aku hanya butuh waktu untuk
penyembuhan. Maaf untuk kepergianku yang tanpa kabar selama dua tahun ini.” cerita
Yoga dengan tertatih. Dan si sela oleh Jani.
“ Tapi kenapa?” tanya
Jani yang sudah mau meneteskan air mata tapi segera mengusapnya dengan tangan.
“ Karena aku mau, meninggalkanmu dengan keadaan
kamu senang, aku mau aku punya alasan kuat untuk sembuh. Alasan itu ya kamu.
Gadis periang, yang membawa semangat di seluruh kujur tubuhku. Aku bertahan
orang-orang di sekelilingku. Untuk cita-cita kita, untuk perjuangan Mama
Papaku. Untuk doa-doa mereka. Untuk masa depan kita. Aku masih mau jadi
arsitek, kamu masih mau kan jadi dokter? Tahu nggak ? Selama di sana kamu
motivasi terbesarku untuk menjalani terapi yang menyedihkan itu. Selain itu aku
harus mengkonsumsi obat-obat herbal untuk penyeimbang. Untung saja rambutku
tidak rontok. Maaf untuk dua tahun tanpa kabarku, untuk dua tahun penantianmu.
Aku paham, kamu pasti putus asa, kamu marah kan? Luapkan sekarang.” ungkap Yoga
dengan nada optimis.
Tidak ada raut takut
atau sedih dari Yoga, dia sangat yakin dia akan sembuh kelak.
“ Kamu bodoh ya Yog.” ujar
Jani sambil membasuh air matanya yang terus saja mengalir seiring cerita Yoga.
“ Kamu itu bodoh! Kamu
bodooooh Yog, apa kamu pikir aku orang yang memandang seseorang dengan
kelebihannya terus ? apa aku tidak akan memeberi senyuman kalo aku tahu
penyakitmu ? Apa aku akan meninggalkanmu ? Kamu terlalu bodoh. Apa selama
belasan kita kenal, itu belum cukup untuk kamu bisa jujur padaku ? aku selalu
menceritakan apa yang terjadi padaku, kenapa kamu tidak Yog.” ucap Jani sambil
manangis sesenggukan.
Yoga tidak tahu harus
bicara apa, dia tidak mengerti kalau Jani akan sebegitu marahnya padanya. Dia
langsung memeluk gadis itu dengan sangat erat.
Aku
tahu, aku bodoh. Aku terlalu takut kehilanganmu. Aku terlalu berpikir bodoh,
bahwa kamu akan meninggalkanku. Ucapnya dalam hati.
Setalah kedua anak
manusia yang masih rindu ini tenang, dan meredam keadaan. Saling meminta maaf.
Jani pun akhirnya mau menerima perlakuan Yoga yang selama dua tahun pergi itu.
Yoga mengajak Jani ke suatu tempat. Jani bingung akan di bawa kemana dia.
Dengan sepeda motornya, Yoga bergegas melaju kencang. Jani yang takut sekali
menunggang motor dengan kelajuan cepat pun berpegang sangat kencang.
“ Aku takut! Bisakah
kamu pelankan motormu ?” teriak Jani
“ Tidak bisa. Waktunya
mepet.” Jawab Yoga
“ Kita mau kemana sih
?” teriak Jani lagi
“ Ketempat indah. Kamu
pasti suka.” jawab Yoga
Mereka berdua malah
saling teriak-teriakan, padahal berada dalam satu jok motor. Jani yang
kebingungan di mana yoga akan membawanya. Pikirannya melayang-layang.
Tempat
indah ? dia mengajakku kemana ? taman, danau, kebab, eskrim, semua yang indah
sudah. Kemana lagi ? melihat pelangi ? ini nggak hujan. Bintang ? Ini masih
sangat sore. Bintang belum mau muncul di sore seperti ini. Hah! Jani bertanya tanya dalam hatinya.
Setelah beberapa lama
melaju kencang dengan motor Yoga, tanpa bisa menikmati perjalanan, sampailah
mereka di sebuah pantai. Jani melihat sekeliling. Rasanya dia tidak asing
dengan tempat ini. Namun, dia tidak mengenal tempat ini.
“ Ingat ? kita pernah
ke pantai ini waktu SD dulu. Di mana kamu berenang dan hampir hanyut denganku.
Untung ada kakekku yang segera menggendong kita. Hahaha lucu sekali kalo ingat.
Kita hampir tidak bisa sebesar ini kan seandainya kita hanyut.” cerita Yoga.
Jani berbalas senyum.
Matanya berbinar mengingat kejadian itu. Pantas tempat ini tidak asing.
Pantainya masih indah seperti 10 tahun yang lalu. Bersih, putih.
“ Terus apa yang kamu
bilang spesial ?” ujar Jani.
Yoga melihat jam sambil
berkata,” Emmm 25 menit lagi. Ayo! Di sebelah timur akan lebih indah nanti.”
Jani mengikuti saja ke
mana Yoga menggandengnya pergi. Setelah Yoga menganggap tempat ini yang baik,
mereka lalu duduk menghadap barat. Angin bertiup begitu kencang. Tangan mereka
tidak terlepas. Masih bergandeng.
“ Besok pagi aku akan
check up. Apa kankerku masih atau sudah sembuh total. Aku kan mengabarimu
paling dahulu. Aku tidak akan melakukan hal sperti 2 tahun lalu. Tenanglah.” ucap
yoga memberi penjelasan.
“ Kau akan sembuh. Aku
masih ingin ke tempat-tempat indah bersamamu lagi. Cukup dua tahun lalu aku
pergi sendiri tanpa kamu. Aku mau kamu sembuh dan kamu pasti sembuh.” kata
Jani.
Mereka tersenyum satu
sama lain. Beberapa detik kemudian, matahari mulai terbenan. Cahaya orange dan
kuning membentuk gradasi warna yang luar biasa menyatu dengan awan yang
membentuk gugus tidak beraturan namun tergambar apik di langit. Sepasang anak
manusia ini seperti hanyut dalam suasana sunset yang menakjubkan. Jani
mengambil kertas gambar dan pensil lalu mulai menggambar sambil menikmati
sunset bersama Yoga.
“ Indah bangeeeeeeet Yog, ini sunset terindah.”
ucap Jani kepada Yoga.
“ Ini belum seberapa,
bila aku benar-benar sehat, aku akan pulang ke kota ini dan kita cari sunset di
tempat yang lain.” Jawab Yoga.
Matahari sudah
terbenam, Yoga dan Jani bergegas pulang. Mereka pulang dengan senyum dan sorot
mata yang bahagia. Sesampainya di rumah Yoga berpamitan. Sebelum itu Jani
memberikan sebuah gambar kepada Yoga.
Dear
diary
Terimakasih
Tuhan. Skenariomu hari ini indah sekali. Terimakasih sudah menyediakan waktu
untukku dan Yoga bertemu. Aku bahagia sekali, meskipun aku baru tahu tentang
apa yang terjadi pada Yoga. Tuhan, ijinkan kami bertemu lagi ya? Biarkan Yoga
sembuh
Yoga...
sunset terindah yang pernah ku lihat. Bersamamu. Aku merasa dua tahun lalu
terbayar hari ini. Selamat bertemu sunset-sunset terindah lagi besok. Aku masih
menunggumu. Aku masih ingin sunset. Bersamamu.
***
Paginya, Yoga sudah di
airport untuk menuju Singapura menjalani final check up. Dia membawa sebuah
kertas gambar yang dia dapat dari Jani semalam. Gambar sepasang manusia yang
sedang menikamati sunset.
Aku
pasti pulang dan sehat. Kita akan menemukan sunset terindah kita lagi Jan. Ungkap
yoga dalam hati.
Tiga hari berlalu, Jani
belum juga mendapat kabar dari Yoga. Dia sangat mencemaskan keadaan Yoga.
“ Kriiiiiiing....”
Handphonenya berdering.
Jani buru-buru
mengangkat.
“ Halo..siapa ini ?”
“
halo Sunset.. “ terdengar suara tak asing bagi Jani.
“ haaaa... gimana Yog
hasilnya ? Kamu sehat kan ?” ungkap Jani kegirangan saat tahu itu adalah Yoga.
“
Dua hari lagi aku pulang. Siap dengan sunset kita lagi ?” ujar Yoga
“
kalau begitu, cepatlah pulang. Aku mau kamu menemaniku di pameran lukisan.
Lukisanku ada di sana Yog.” Ujar Jani penuh semangat.
Jani sangat senang
dengan Yoga yang sudah sembuh dari penyakit mematikannya. Dua hari setelah itu,
Jani dan Yoga bertemu lagi. Mereka sama-sama sangat bahagia ketika masih bisa
bertemu.
Beberapa hari setelah
kepulangan Yoga, Jani mengikuti pameran lukisan. Ada beberapa lukisan yang
diajukan tapi hanya satu yang berhasil lolos. Sore itu Jani pergi ke pameran
lukisan bersama Yoga. Sesampainya di sana ada Yoga melihat sebuah lukisan yang
menarik perhatiannya. Sebuah lukisan yang tertempel di pojok ruangan. Tergambar
sepasang laki-laki dan perempuan yang sedang menikmati sunset. Mirip dengan
sket gambar yang diberikan Jani untuknya. Bedanya, lukisan ini lebih besar dan
nyata, bukan hanya sket.
Didekatinya
lukisan itu dan berkata, “ Ini lukisanmu kan Jan?”
Jani
yang berjalan beriringan dengannya lantas ikut berhenti dan berkata, “ Iya.
Bagus nggak ?” Dengan mata berbinar Jani menjawabnya.
“
Aku suka.” Jawab Yoga.
Dua
anak manusia ini lantas berdiam di depan lukisan yang diberi judul “Sunset”
oleh Jani dengan bergandeng tangan . Memandanginya, seolah-olah mereka
membayangkan waktu mereka melihat sunset yang lalu. Hati Jani berbunga-bunga
dalam hatinya dia berbisik
Terimakasih untuk sunset terindahmu Yoga.
Sunset ini akan lebih abadi daripada sunset sesungguhnya. Tapi, aku tetap
mencintai sunset bersamamu.
***
0 Response to "SUNSET UNTUK ANJANI"
Posting Komentar