Hai orang asing. Aku masih mengingatmu beberapa hari yang
lalu. Entah mengapa, rasanya aku dan kamu terlampau jauh. Meskipun kita berdampingan,
matamu tidak padaku. Aku mungkin menyangka ada yang lain yang kau jaga hatinya.
Bahkan aku berhipotesa bahwasanya kau hanyalah fatamorgana.
Barangkali waktu itu aku salah melihat, barangkali waktu itu
aku bukan duduk denganmu, barangkali waktu itu aku bukan bercanda denganmu. Semuanya,
salah. Kenyataannya kamu hanyalah hantu di sudut pikiranku yang kian
menyudutkanmu. Hei! Tuhan rasanya kurang adil denganku. Dia lebih banyak
memberimu kekuatan, kesibukan dan orang-orang yang mencintainya. Sedang aku, aku
hanyalah kepingan-kepingan yang berserak, tanpa pemungut. Sedang engkau? Kau
bahkan bisa berdiri tegak! Tuhan tidak adil. Kau busuk! Begok! Oh tidak yang
begok dan busuk sebenarnya adalah aku. Selama ini aku mau saja menjadi selir. Aku
bahkan baru tersadar bahwasannya bukan aku saja yang kau perlakukan seperti
ini, aku hanyalah selir, bila yang utama tak ada. Lantas, saat permaisuri
datang, kau tidak mengenalku. WOW!!!!!!!!
Aku memang bagian masalalu kelammu, sebuah perjalanan
bangsat yang seharusnya tidak pernah kau lakukan. Aku, aku hanyalah puing, yang
harusnya kau timbun! Bakar lantas dienyahkan. Dan kau tetap kekal dengan
tahtamu. Jangan seperti ini, memungutku, namun kau tempatkanku di gudang barang
bekas, yang sesekali kau tengok apa aku masih bertahan atau termakan rayap. Kau
sungguh luar biasa.
Kamu diam, tingkahmu pun tak banyak orang tau, desirmu pun
tak pernah terasa. Namun sebenarnya, kau liar. Tiba-tiba saja kau bisa
menyengatku. Aku sakit. Kedengaranya begok memang. Aku sakit. Woy!!!! Siapa aku
ini ? aku hanya penghuni gudangmu. Aku terlampau berharap banyak, padahal kita
beda kasta.
Dan kau hantu penyudut pikiranku. Segeralah membuangku di tempat
yang kau takkan pernah lihat lagi. aku sudah enggan melihatmu berganti
permaisuri, sedang aku hanya selir di gudangmu. Dan aku sakit karena itu.